Minggu, 16 Januari 2011

Polisi Dilihat dari Pemikiran dan Prilaku



Di era transparansi publik ini Polisi dituntut terus konstruktif, innovator dan dinamis dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Itu berarti, keselarasan antara otot, otak, dan intuisi jadi pembekalan kunci bagi personil Polisi untuk menegakan Hukum.

Pembekalan seperti itulah yang terus didengungkan personil Polisi Aiptu Surila, SH, MH yang sudah mengabdi 27 tahun untuk institusi Kepolisian khususnya Ditlantas Polda Metro Jaya. Pria asal Indramayu ini tak hanya berbicara dengan kapasitasnya sebagai Bintara di Penyidik Laka Lantas Polda Metro Jaya, namun juga sebagai Dosen Universitas Kristen Indonesia (UKI) Fakultas Hukum.

Dengan pembekalan yang strategis, Surila berharap Polisi lebih lihai dan bijak dalam mengambil keputusan Hukum. Contoh kasus, suatu keluarga terlibat kecelakaan, dimana akibat insiden itu sang ayah mengalami luka ringan namun istrinya tewas di tempat dan anaknya luka berat. jika Polisi mengedapankan hukum normatif, maka sang ayah harus didakwa dan dipenjara. Namun apa akibatnya nanti jika hal tersebut tetap dilakukan.

"Si Ayah harus meringkuk di penjara namun anaknya yang mengalami luka berat menjadi terbelangkai karena tidak ada yang mengurus. Oleh karenanya jika kasus tersebut telah memenuhi tiga alasan, pertama tidak ada tuntutan perdata, kedua yang terlibat mempunyai keterkaitan keluarga yang dekat dan tidak menimbulkan kontra produktif di masyarakat. Maka polisi bisa mempergunakan Diskresi yang diperluas, yaitu menutup kasus tersebut. Hal inilah yang harus Polisi lakukan jika hatipun dikedepankan dalam menegakan hukum," ujar Dosen yang juga mengajar di Universitas Sahid tersebut.

Pakar hukum kriminologi ini juga menuturkan bahwa Polisi seharusnya juga dapat dilihat dari brand dan attitude, tidak hanya semata-mata dipandang dari korps dan struktur kepangkatan.

"Dengan ilmu pengetahuan yang luas dan sikap yang menjadi tauladan hal ini akan menjadikan polisi akan lebih percaya diri dalam menghadapi masyarakat Ibukota yang kritis dan plural ini. Masyarakat saat ini tidak hanya melihat baju namun pengetahuan dan perilaku yang menjadikan parameternya," tandas Surila.

Satu lagi usul yang dilontarkan Surila adalah agar kegiatan rutin Polisi di luar kedinasan tidak hanya olahraga, namun juga membaca dan diskusi antar personil. "Kalau olah raga dilakukan setiap hari Jumat, kalau bisa di hari lainnya diwajibkan juga membaca bagi para personil Kepolisian. Oleh karenanya Ditlantas PMJ diupayakan mempunyai perpustakan," tuturnya.

"Diskusi selain mengasah cara analisa suatu permasalahan juga sebagai take and give hal-hal yang baru," ujar Surila yang juga pernah menjadi dosen di Universitas Sahid, Tebet, Jakarta Selatan.

Namun dibalik kesuksesannya dibidang akedemis, ayah dengan dua anak ini tampaknya belum juga membawa dirinya naik dalam jalur kepangkatan di kepolisian. Walaupun sudah 12 kali mendaftar untuk masuk sekolah perwira Polisi ( Secapa) namun keberuntungan belum menyertainya.

“Mungkin ini belum jalan saya, namun jika Tuhan masih memberikan kesempatan insya ALLAH akan ada jalan untuk kesana,” ujarnya penuh harap.

Adapun beberapa tulisan yang telah dicetuskan Aiptu Surila diantaranya Law in the book berbeda dengan Law in Action, UU Jasa Raharja Perlu diamandemen agar lebih maksimal dalam implementasinya dan Kebijakan Jasa Marga sebagai salah satu Variabel Laka Lantas pada Bahu Jalan tol melalui Prespektif Kriminologi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar