JAKARTA - Pemerintah terus mematangkan rencana pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Kali ini, pemerintah menyiapkan bahan bakar alternatif bagi masyarakat pemilik mobil yang tidak mampu membeli BBM nonsubsidi atau Pertamax.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM Evita H. Legowo mengatakan, jika program pembatasan BBM diberlakukan, maka pemilik mobil tidak boleh lagi mengonsumsi BBM bersubsidi, sehingga harus mengonsumsi BBM nonsubsidi atau Pertamax.
"Nah, dengan harga minyak yang cukup tinggi, harga Pertamax mungkin dirasa memberatkan oleh masyarakat. Karena itu, pemerintah akan berupaya menyediakan BBM alternatif yang harganya kira-kira Rp 6.500 per liter," ujarnya di Komisi VII DPR Senin (21/3).
Pada periode 2 pekan pertama Maret, dengan harga minyak di kisaran USD 90 - 100 per barel, harga Pertamax per 15 Maret lalu sudah menembus Rp 8.700 per liter. Dengan tren harga minyak yang berpotensi naik akibat krisis di Timur Tengah, harga Pertamax pun diprediksi bisa lebih mahal.
"Jika masyarakat pemilik mobil harus beralih dari Premium yang harganya Rp 4.500 (per liter) ke Pertamax yang harganya dua kali lipat, pasti ada yang keberatan. Karena itu, pemerintah akan sediakan BBM yang harganya di tengah-tengah antara Premium dan Pertamax. (BBM) ini bisa jadi alternatif," katanya.
Lalu, bahan bakar jenis apakah itu" Saat ini, kata Evita, pemerintah masih berupaya menemukan formula yang pas untuk BBM alternatif tersebut. "Pemerintah bersama Pertamina terus mencari formulanya," terangnya.
Sebagai gambaran, BBM jenis Premium memiliki angka oktan 88, sedangkan BBM jenis Pertamax memiliki angka oktan 92. Apakah BBM alternatif tersebut akan memiliki angka oktan 90" "Tidak mesti demikian, sebab komponen bahan bakar itu banyak, tidak hanya oktan," jelas Evita.
Menteri ESDM Darwin Z. Saleh mengatakan, penyiapan BBM alternatif tersebut merupakan salah satu langkah pemerintah sebelum menerapkan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi. "Pemerintah berkomitmen untuk menyediakan BBM selain Pertamax yang harganya lebih terjangkau," ujarnya.
Menurut Darwin, langkah tersebut dilakukan karena pemerintah sudah berketatapan untuk lebih memilih program pembatasan konsumsi BBM dibandingkan menaikkan harga Premium sebesar Rp 500 per liter menjadi Rp 5.000 per liter. "Untuk harga BBM subsidi, sikap pemerintah jelas, tidak ada kenaikan, harganya tetap," tegasnya.
Adapun terkait pelaksanaan program pembatasan, Darwin memastikan akan diundur dari rencana semula awal April mendatang. Namun, pemerintah belum bisa memastikan kapan program tersebut akan dilakukan, karena harus mempersiapkan berbagai infrastruktur pendukung. (Owi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar